Arrow

Also in Category...

Pola tingkah laku manusia yang tersusun menjadi satu model sebagai prinsip-prinsip belajar diaplikasikan ke dalam matematika. Prinsip belajar ini haruslah dipilih sehingga cocok untuk mempelajari matematika. Matematika yang berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberikan simbol-simbol itu tersusun secara hirarkir dan penalaran deduktif, sehingga belajar matematika itu merupakan kegiatan mental yang tinggi (Hudojo, 1990: 4). Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila didasari dengan apa yang telah diketahuinya. Karena itu, pengalaman belajar matematika yang terdahulu akan mempengaruhi pengalaman untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru.

Belajar matematika yang terputus-putus akan mengganggu terjadinya proses belajar karena matematika bersifat hirarkis (Hudojo, 1990: 4). Proses Belajar akan terjadi dengan lancar bila dilakukan secara kontinu. Di dalam proses belajar matematika juga terjadi proses berfikir, sebab dalam belajar matematika seseorang mesti melakukan kegiatan mental. Seseorang ini akan menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah direkam dari proses belajar sebelumnya dalam fikirannya sebagai pengertian-pengertian. Dari pengertian-pengertian tersebut terbentuklah pendapat yang menuju pada sebuah kesimpulan. Tentunya kemampuan berfikir seseorang itu dipengaruhi oleh intelegensinya. Dengan demikian terlihatlah hubungan antara intelegensi dengan proses belajar matematika.

Berdasarkan uraian sebelumnya yang memaparkan pengertian belajar, belajar sangat erat kaitannya dengan tingkah laku. Perubahan tingkah laku seseorang dipelajari melalui psikologi. Karena itu belajar banyak disoroti dari sudut psikologi.  Para ahli psikologi mengakui adanya penstrukturan kognitif (lihat tabel 2.1). Matematika juga memperlajari struktur-struktur tersebut. Misalnya, seriasi dalam struktur psikologi, diperlukan untuk urutan dalam struktur matematika, namun hal ini tidak tampak sampai anak berusia 7 tahun. Contoh lain adalah pada struktur matematika dasar, menurut Bourbaki (dalam Hudojo, 1990: 4) adalah topologikal, yang menurut sejarah perkembangan matematika dan yang dipelajari di sekolah adalah geometri Euclid. Menurut psikologi, anak-anak lebih mudah memahami gambar-gambar togologis lebih dulu dari pada gambar-gambar geometri Euclid.

Lebih lanjut lagi, operasi hitung yang diajarkan dalam matematika mempunyai urutan yakni “+”, “–”, “×”, dan “÷”. Namun, urutan yang direkomendasikan dalam psikologi kognitif adalah operasi “+”, “×”, “–”,dan “÷”. Ditinjau dari psikologi, operasi “×” akan lebih mudah dipahami peserta didik setelah ia mempunyai pengetahuan belajar operasi “+” kemudian operasi “–”. Operasi “+” yang dilanjutkan dengan operasi “–” akan memberikan kesenjangan kognitif sehingga sulit untuk dipahami. Sedangkan ditinjau dari matematika, operasi “–” merupakan invers dari operasi “+” yang perlu segera dikaitkan. Demikian pula penjelasan untuk urutan dua operasi lainnya.

Dari uraian di atas, nampak bahwa hirarki belajar (psikologi) tidak lah selalu seiring dan sejalan dengan matematika. Pengajar harus menentukan pilihannya dalam menghadapi situasi yang demikian. Pilihan akhir adalah keputusan yang menentukan bagaimana bentuk kegiatan mengajarnya.
Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat diantara para matematikawan terkait apa yang disebut dengan matematika. Sasaran penelaahan matematika tidak konkrit, melainkan abstrak. Dengan mengetahui sasaran penelaahan matematika, kita dapat mengetahui hakikat matematik dan cara berfikir matematika.

Jika ditelaah, matematika itu tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Jika pengertian bilangan dan ruang dicakup menjadi satu istilah yang disebut kuantitas, maka dampaknya metematika dapat didefinisikan  sebagai ilmu  yang berkaitan dengan kuantitas. Tetapi berbeda halnya dengan geometri proyeksi yang lebih menitikberatkan pada kedudukan dari pada kuantitas. Terlebih lagi sejak permulaan abad 19, matematika berkembang yang sasarannya ditujukan ke hubungan, pola, bentuk, dan stuktur (Hudojo, 1990: 2).

 Pola adalah suatu sistem mengenai hubungan-hubungan di antara perwujudan alamiah (Hudojo, 1990: 3). Pola dapat ditemukan dari perwujudan ilmiah yang diabtrasikan dalam pikiran. Dengan demikian menjadi tugas matematika untuk mengembangkan hubungan-hubungan di alam ini dan menganalisis pola-polanya satu per satu dengan tujuan mampu mengenalinya jika pola-pola ini muncul kembali. Berdasarkan tinjauan ini, matematika merupakan penggolongan dan penelaahan tentang semua pola. Ini berarti penggolongan dan penelaahan ini mencakup hampir setiap macam keteraturan yang dapat dikenal pikiran. Analisis hubungan-hubungan teori dalam matematika merupakan pembuktian di dalam matematika (Hudojo, 1990: 3). Hubungan-hubungan tersebut berupa rumus (teorema dan dalil) matematika. Karena itu bentuk struktur lebih penting dari pada simbol-simbol yang dipergunakan. Penelaahan bentuk dalam matematika membawa matematika pada struktur-struktur. Jadi, matematika itu dapat pula didefinisikan sebagai penelaahan tentang struktur-struktur tersebut. Penelaahan terhadap struktus ini lah yang merupakan ciri matematika yang berkembang sampai saat ini.

Sasaran matematika lebih kepada struktur, sebab sasaran terhadap bilangan dan ruang tidak banyak artinya lagi dalam matematika. Kenyataan yang lebih utama ialah hubungan-hubungan antara sasaran-sasaran tersebut dan aturan-aturan yang menetapkan langkah-langkah operasional (Hudojo, 1990: 3). Ini mengandung arti bahwa matematika sebagai ilmu mengenai struktur akan mencakup tentang hubungan pola maupun bentuk seperti yang telah dijelaskan di atas. Struktur yang ditelaah adalah struktur-struktur dari sistem-sistem matematika. Sehingga, matematika juga berkenaan dengan ide-ide (konsep-konsep), struktur, dan hubungan-hubungan yang diatur secara logik sehingga berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan atas alasan logik dengan menggukan pembuktian deduktif.

Secara singkat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarki dan penalaran deduktif. Hal ini tentu saja membawa akibat pada begaimana terjadinya proses belajar matematika itu.
Pembelajaran sangat membutuhkan bahan ajar agar proses pembelajaran tersebut menjadi terarah dan tepat sasaran. Bahan ajar merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan pada proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran (Prastowo, 2011: 17). Contoh dari bahan ajar ialah buku pelajaran, modul, handout, Lembar Kerja Siswa (LKS), model atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif, dan sebagainya.

Ada beberapa pandangan yang bisa dijadikan rujukan untuk memahami apa yang dimaksud dengan LKS. Sebagaimana yang diungkap dalam Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (Prastowo, 2011: 203), Lembar Kerja Siswa (student work sheet) adalah lembaran yang berisi tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Lembaran kerja ini biasanya berisikan perosedur penyelesaian suatu tugas. Perhatian utama pada LKS adalah bahwa tugas-tugas  yang dimuat harus disesuaikan dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.

Sementara, menurut pandangan lain  (dalam Pratowo 2011: 204), LKS bukanlah singkatan dari Lembar Kerja Siswa melainkan Lembar Kegiatan Siswa. LKS yang dimaksud dalam konteks ini ialah materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehingga peserta didik diharapkan mampu mempelajari materi tersebut secara mandiri. Pada LKS ini disediakan materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi yang dimaksud, yang lengkap dengan arahan yang tersruktur  dalam memahami materi tersebut (Prastowo, 2011: 204).

Uraian di atas menggiring kita pada suatu pemahaman bahwa  yang dimaksud dengan LKS ialah suatu bahan ajar cetak berupa lembaran kertas yang berisi materi, ringkasan, dan prosedural pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan para peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai.

Penyelesaian tugas-tugas pada LKS membutuhkan buku-buku atau referensi terkait materi tugas pada LKS tersebut. Hal ini ditujukan agar hasil pekerjaannya dapat diterima secara valid. Tugas-tugas yang diberikan pada peserta didik bisa berbentuk tugas teoritis dan/atau tugas-tugas praktis. Tugas teoritis contohnya berupa tugas membaca sebuah artikel tertentu yang dilanjud dengan pembuatan resume dan presentasi. Sedangkan tugas praktis dapat berupa kerja laboran atau kerja lapangan, contohnya adalah pengkontruksian geometri dengan menggunakan peralatan tulis seperti pensil, jangka, penggaris, dan sebagainya.

LKS yang kerap digunakan dalam pembelajaran ialah LKS yang tinggal pakai, yang dijual penerbit buku tertentu, instan, serta tanpa upaya merencanakan, menyiapkan, dan menyusunnya sendiri (Prastowo, 2011: 204) . Dengan demikian resikonya sangat dimungkinkan jika LKS ini tidak kontekstual, tidak menarik, monoton, tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dan tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dengan alasan ini, maka perlu ada pengembangan LKS yang ditujukan untuk meminimalisir terjadinya resiko-resiko tersebut, sehingga menjadi LKS yang valid dan efektif.

Sebelum tiba pada tahap pengembangan LKS, beberapa hal yang terlebih dahulu harus diperhatikan antara laian: 1) peran LKS pada kerja pembelajaran, 2) unsur-unsur LKS sebagai bahan ajar, 3) macam-macam bentuk LKS, 4) langkah-langkah aplikatif membuat LKS, kemudian barulah kita tiba pada tahap mengembangkan LKS agar “kaya manfaat” (Prastowo, 2011: 205-225).

Tahap – tahap yang dilakukan dalam pengembangan desain pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
a.      Tahap Pendefinisian
Tahap ini memiliki tujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat – syarat pembelajaran. Pada tahap ini dilakukan analisis tujuan dalam batasan materi yang akan dikembangkan desain pembelajaranya. Langkah – langkah pokok yang ada dalam tahapan ini adalah sebagai berikut :
1.      Analisis Awal Akhir (Front – End Analysis)
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui pemasalahan mendasar dalam pembelajaran sehingga mengharuskan untuk dikembangkan desain pembelajaran. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada langkah ini yaitu kurikulum yang digunakan dan pendekatan pembelajaran yang relevan.
2.      Analysis Siswa (Learner Analysis)
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui karakteristik siswa yang sesuai dengan desain pembelajaran yang akan dikembangkan. Karakteristik yan dianalisis tersebut adalah kemampuan akademis, dan perkembangan kognitif siswa.
3.      Analysis konsep (Consept Analysis)
Tahapan ini harus sesuai dengan hasil dari analisis tahap akhir, yang dilakukan pada tahap ini adalah mengidentifikasi, memerinci dan menyusun secara sistematis konsep utama yang akan diajarkan kepada siswa. Langkah – langkah pada tahap ini digunakan untuk menyusun Kompetensi Dasar (KD) dan indikator.
4.      Analysis Tugas (Task Analysis)
Dalam tahap ini dilakukan identifikasi berbagai keterampilan – keterampilan utama yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran yang akan dikembangkan desain pembelajarannya. Setiap keterampilan dianalisis kedalam sub – sub keterampilan yang lebih spesifik lagi.
5.      Spesifikasi Tujuan Pembelajaran (Spesification Of Objectives)
Spesifikasi tujuan pembelajaran disusun berdasarkan Standar Kompetensi yang akan dikembangkan. Maka hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan penjabaran Kompetensi Dasar (KD) dan kemudian merumuskan indikator yang sesuai dengan hasil analysis materi dan analysis tugas yang telah dillakukan.

Indikator Penilaian Lembar Aktivitas Siswa
1.        Siswa termotivasi dalam belajar
B = Jika setengah dari jumlah siswa bersemangat menjawab pertanyaan motivasi yang
diberikan guru
C = Jika seperempat dari jumlah siswa bersemangat menjawab pertanyaan motivasi yang
diberikan guru
K =  Jika kurang dari seperempat dari jumlah siswa bersemangat menjawab pertanyaan
motivasi yang diberikan guru

2.        Siswa menjawab pertanyaan prasyarat
B = Jika setengah dari jumlah siswa mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan
prsyarat
C = Jika seperempat dari jumlah siswa mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan
prasyarat
K = Jika kurang dari seperempat jumlah siswa mengacungkan tangan untk menjawab
pertanyaan prasyarat

3.        Siswa fokus dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan guru
B = Jika seluruh siswa fokus dan berkonsentrasi dalam memahami materi pelajaran yang
disampaikan guru
C = Jika besar dari setengah jumlah siswa fokus dan berkonsentrasi dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan guru.
K = Jika kurang dari setengah jumlah siswa yang fokus dan berkonsentrasi dalam
memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.

4.        Siswa memahami materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru
B = Jika pertanyaan yang diberikan oleh guru sebagian besar siswa menjawab dengan benar
C = jika pertanyaan yang diberikan guru sebagian kecil siswa menjawab dengan benar
K = Jika pertanyaan oleh guru tidak dijawab dijawab oleh siswa

5.        Siswa merespon Pertanyaan dari guru
B = Jika setengah dari jumlah siswa mengangkat tangan untuk menjawab
C = Jika seperempat dari jumlah siswa mengangkat tangan untuk menjawab
K = Jika kurang dari seperempat jumlah siswa yang mengangkat tangan untuk menjawab

6.        Siswa menikmati musik yang diputar oleh guru
B = Jika semua siswa mengerjakan LKS dengan menikmati alunan musik
C = Jika kurang dari setengah jumlah siswa yang mengerjakan LKS dengan menikmati
lunan musik yang diputar oleh guru.
K = Jika kurang dari seperempat jumlah siswa yang mengerjakan LKS dengan menikmati
alunan musik yang diputar oleh guru.

7.        Siswa bekerja sendiri dalam mengerjakan LKS.
B = Jika semua siswa bekerja sendiri dalam mengerjakan LKS
C = Jika sebagian siswa bekerja sendiri dalam mengerjakan LKS
K = Jika siswa mencontoh LKS temannya

8.        Siswa mengerjakan LKS sesuai dengan arahan guru
B = Jika semua siswa mengerjakan LKS sesuai dengan arahan guru
C = Jika setengah dari jumlah siswa mengerjakan LKS sesuai dengan arahan guru
K = Jika seperempat dari jumlah siswa mengerjakan LKS sesuai dengan arahan guru

9.        Siswa menghubungkan materi-materi pelajaran kedalam cabang–cabang mind mapping dengan baik
B = Jika semua siswa dapat menghubungkan materi-materi pelajaran kedalam cabang-
cabang mind mapping  dengan benar
C = Jika setengah dari jumlah siswa dapat menghubungkan materi-materi pelajaran kedalam
cabang-cabang mind mapping dengan benar
K = Jika seperempat dari jumlah siswa dapat menghubungkan materi-materi pelajaran
kedalam cabang-cabang mind mapping dengan benar

10.    Siswa mengerjakan latihan dalam LKS dan menanyakan kepada guru hal-hal yang tidak dipahami
B = Jika sebagian siswa bertanya mengenai hal-hal yang tidak dipahami dalam mengerjakan
LKS dengan tertib
C = Jika siswa bertanya mengenai hal-hal yang tidak dipahami dalam mengerjakan LKS
dengan ribut
K = Jika siswa tidak bertanya mengenai hal-hal yang tidak dimengerti dalam mengerjakan
LKS

11.    Siswa mempresentasikan hasil diskusinya
B = Jika siswa mempresentasikan hasil diskusinya dengan lancar dan jelas
C = Jika siswa mempresentasikan hasil diskusinya kurang lancar dan jelas
K = Jika siswa tidak mau mempresentasikan hasil diskusinya

12.    Siswa bertanya dan menggapi temannya yang tampil
B = Jika siswa menanggapi temannya yang tampil dengan jelas dan sesuai dengan topik
presentasi temannya
C = Jika siswa menanggapi hasil presentasi temannya yang tampil kurang jelas dan tidak
sesuai dengan topik presentasi temannya
K = Jika siswa tidak menanggapi hasil presentasi temannya

13.    Siswa menghargai dan mendengarkan pertanyaan, serta tanggapan dari siswa lain
B = Jika seluruh siswa tenang dan menghargai serta mendengarkan tanggapan dari siswa
lain
C = Jika sebagian siswa tenang dan mengahargai serta mendengarkan tanggapan dari siswa
lain dan sebagain lagi meribut dan tidak mengacuhkan
K = Jika semua siswa meribut dan tidak mengacuhkan temannya yang presentasi

14.    Siswa dapat menyimpulkan tujuan pembelajaran hari ini
B = Jika sebagain besar siswa dapat menjawab pertanyaan guru ketika refleksi pembelajaran
C = Jika kurang dari setengah jumlah siswa dapat menjawab dan menyimpulkan tujuan
pembelajaran hari ini ketika refleksi pembelajaran
K = Jika kurang dari seperempat jumlah siswa dapat menjawab dan menyimpulkan tujuan
pembelajaran hari ini.

15.    Siswa merasa senang melakukan perayan pembelajaran
B = Jika semua siswa mengikuti instruksi dari guru untuk merayakan pembelajaran sambil
bergembira
C =  Jika hanya sebagin dari jumlah siswa yang mengikuti instruksi dari guru untuk
merayakan pembelajaran sambil bergembira
K = Jika kurang dari seperempat dari jumlah siswa yang hanya mengikuti instruksi dari guru untuk merayakan pembelajaran sambil bergembira


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)

Sekolah                : SMAN .....................
Mata Pelajaran     : Matematika
Kelas/Semester    : X/ Ganjil
Pertemuan Ke-     :
Alokasi Waktu     : 2 x 45 menit

Standar Kompetensi   : 2.    Memecahkan masalah yang berkaitan dengan fungsi, persamaan dan fungsi kuadrat serta pertidaksamaan kuadrat.
Kompetensi Dasar      : 2.1. Memahami konsep fungsi.
Indikator                      : 1.    Membedakan relasi yang merupakan fungsi dan yang bukan fungsi.
                                        2.    Mengidentifikasi fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat.

A.      Tujuan Pembelajaran
1.      Siswa dapat membedakan relasi yang merupakan fungsi dan yang bukan fungsi.
2.      Siswa dapat mengidentifikasi fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat.

B.     Materi Ajar
a.    Pengertian fungsi.
b.    Fungsi aljabar sederhana dan kuadrat.

C.    Metode Pengajaran
Metode : Ceramah, Tanya Jawab, Pemberian Tugas


D.    Langkah-langkah Kegiatan
Pendahuluan (10 menit)
1)      Guru menyampaikan materi apa yang ingin dipelajari dan tujuan yang ingin dicapai dari materi yang akan diajarkan
2)      Guru memotivasi siswa apabila materi ini dikuasai dengan baik, maka peserta didik akan dapat mengidentifikasi fungsi aljabar sederhana dan fungsi kuadrat
Kegiatan Inti (70 menit)
1)      Sebelum masuk ke materi Relasi & Fungsi, Guru mengulang kembali  materi yang telah diajarkan di SMP dengan cara bertanya kepada siswa yaitu tentang pasangan terurut, produk Cartesius sebagai prasyarat untuk mempelajari materi Relasi & Fungsi.
2)      Guru menjelaskan tentang materi Relasi & Fungsi dan memberikan perbedaan antara Relasi yag merupakan Fungsi dan Relasi yang bukan merupakan Fungsi yang disertai dengan contoh-contoh.
3)      Guru melakukan tanya jawab kepada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi dan mengatasi kesulitan siswa dalam memahami materi.
4)      Guru mengajukan soal-soal latihan kepada siswa untuk memperdalam pemahaman siswa terhadap materi.
     Penutup (20 menit)
1)      Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
(Relasi adalah suatu himpunan yang anggota-anggotanya terdiri dari pasangan-pasangan terurut
            Sedangkan Relasi dari himpunan A ke himpunan B disebut Fungsi atatu pemetaan jika dan hanya jika tiap unsur dalam himpunan A berpasangan tepat hanya dengan sebuah unsur dalam himpunan B)
2)      Guru memberikan pekerjaan rumah


E.Alat dan Sumber belajar
1.      Buku paket, buku Matematika untuk SMA 1A Kelas X semester, Pengarang: Sartono Wirodikromo , Penerbit: Erlangga
2.      Buku Paket, Theory and Apllication of Mathematics for Grade X of Senior High School and Islamic High School, Pengarang: Siswanto, Penerbit: Erlangga
3.      Buku referensi lain

F.     Penilaian
1.      Teknik Penilaian
Tes Tertulis berupa tes akhir.
2.      Bentuk Instrument
Tes akhir berbentuk uraian.

 
       Guru Pamong


--------------------------------------
NIP.
                       
Bengkulu,      Oktober 2011
                    Praktikan


-----------------------------


Mengetahui
Dosen Pembimbing

----------------------------------------
NIP.


Followers